WeLCoMe To My BlOg

Kamis, 20 Desember 2007

Ragam Batik Kayu di Ragil Handicraft


Ragam Batik Kayu di Ragil Handicraft



Jogja dan batik merupakan 2 hal yang tak dapat dipisahkan. Batik sebagai salah satu bagian dari seni, melengkapi kultur kota budaya ini. Aneka macam kerajinan batik, terutama batik tulis, tak melulu hanya dijumpai dalam media kain. Modifikasinya telah menyentuh media kayu. Ragil Hadicraft adalah salah satu pengrajin batik tulis di atas kayu.

Terletak di desa wisata Krebet, Sendangsari, Pajang, Bantul, Jogja, Ragil Handicraft menyediakan berbagai pernak-pernik kerajinan berbahan dasar kayu. Kayu-kayu tersebut kemudian dipercantik dengan ornamen batik. Aneka macam kreasi yang ditawarkan tak semuanya merupakan hiasan dinding. Kreasi topeng, kotak perhiasan, wayang klithik (wayang kayu), patung, gantungan kunci, hingga sandal yang juga terbuat dari kayu ditawarkan di sini.

Harganya berbeda-beda, tergantung pada jenis kayu maupun ukurannya. Topeng yang dijual harganya mulai dari Rp 7000,- untuk ukuran S, sedangkan ukuran terbesar XL dihargai Rp 25.000,-. Produk lainnya seperti kotak perhiasan harga rata-rata Rp 10.000,- sampai Rp 20.000,-. Selain itu, bahan dasar kayu juga menentukan harga. Menurut Ririn selaku pengelola gallery Ragil Handicraft, untuk produk yang berbahan dasar kayu Klepu harganya lebih mahal daripada yang menggunakan kayu sengon karena lebih bagus kualitas kayunya.

Selain menjual barang jadi, Ragil Handicraft juga menerima pesanan, baik dalam jumlah banyak maupun satuan. Pemesan pun dapat memesan barang sesuai keinginan dan seleranya masing-masing. Galeri yang telah memiliki pasar hingga keluar negeri ini memiliki tempat produksi yang dapat diakses oleh para pembeli. Karenanya, selain berbelanja, para pembeli dapat langsung melihat proses pembuatan berbagai cinderamata batik kayu.

Mencari hiasan rumah dengan harga terjangkau sekaligus menyelami dunia batik kayu, atau sekedar berwisata melihat proses produksinya, datang saja ke desa wisata Krebet yang penduduknya menguasai ketrampilan ini.

Prajurit Keraton Jogja


Prajurit Keraton Jogja (1)

01/02/2006 13:24

Prajurit keraton adalah bagian yang tak terpisahkan dari sejarah keraton itu sendiri. Sejak berdirinya Kesultanan Jogja pada 1755 Masehi, Keraton Jogja memiliki angkatan bersenjata yang cukup kuat. Keraton Jogja memiliki armada yang terdiri atas infanteri dan kavaleri, dan sudah mempergunakan senjata api seperti bedil selain menggunakan yang tradisional seperti tombak, keris, panah, atau pedang.

Terlepas dari kesuksesannya menghadapi gempuran musuh-musuh Kesultanan Jogja, angkatan bersenjata harus dibubarkan oleh Pemerintah Kompeni Inggris pada masa pemerintahan Sultan Hamnegku Buwono III. Kesultanan Jogja pun tak lagi diperkenankan memiliki angkatan bersenjata yang kuat menyusul ditandatanganinya perjanjian pada tanggal 2 Oktober 1813 oleh Raffles dan Sultan Hamengku Buwono III.

Dengan adanya perjanjian tersebut, keraton hanya boleh memiliki angkatan bersenjata yang lemah dengan jumlah personil yang terbatas pula. Dengan demikian, sangat sulit bagi Sultan untuk melakukan gerakan militer. Sejak saat itu fungsi angkatan bersenjata keraton, tidak lebih dari pengawal Sultan dan penjaga keraton.

Pada masa Sultan Hamengku buwono VII sampai pada masa Sultan Hamengku Buwono VIII, ada sembilan kesatuan prajurit keraton yaitu Kesatuan Sumoatmojo, Ketanggung, Patangpuluh, Wirobrojo, Jogokaryo, Nyutro, Dhaheng, Jager, dan Prawirotomo. Kesatuan-kesatuan itulah yang masih bisa kita temui di setiap acara-acara Kesultanan Jogja seperti Garebeg Mulud.

Kesatuan Sumoatmajo adalah kesatuan yang terdiri atas dua orang perwira berpangkat panji (setingkat dengan letnan), dua orang bintara bepangkat sersan, dan enam belas orang prajurit. Tugas mereka adalah menjaga Sri Sultan karena mereka merupakan pengawal pribadi sultan yang berada langsung di bawah komando sultan. Senjata yang mereka gunakan adalah pedang lengkung terhunus dengan perisai bulat. Sedangkan seragamnya adalah baju zirah berperisaikan lapisan lempengan baja yang berbentuk bulan sabit besar. Jika sedang bertugas mengawal sultan, disepanjang jalan mereka memperagakan tarian perang (tayungan).

Lain lagi dengan kesatuan Ketanggungan. Kesatuan ini terdiri dari seorang perwira berpangkat bupati, delapan orang berpangkat panji, delapan orang bintara dengan pangkat sersan, 64 orang parjurit serta seorang pembawa bendera pusaka (duaja). Senjata yang mereka gunakan adalah bedil dengan bayonet terhunus serta sebilah keris di pinggang .

Empat orang perwira berpangkat panji, delapan orang bintara berpangkat sersan, 72 prajurit, dan dua orang pembawa duaja merupakan komposisi yang membentuk kesatuan Wirobrojo. Senjata mereka adalah bedil dan seragamnya terdiri atas jas buka berwarna merah dan celana berwarna merah. Sedangkan kesatuan Jogokoryo terdiri atas empat perwira berpangkat panji, delapan bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan seorang pembawa duaja. Senjata mereka juga bedil tapi seragamnya adalah jas buka dari kain lurik dengan baju dalam berwarna kuning.(the)

(foto: www.tasteofjogja.com)